SPPN DKI JAKARTA
Blognya Sekolah Pertanian DKI Jakarta n Tempat Gaulnya Para Siswa dan Alumnus SPN (SPP - SPMA) DKI Jakarta di Dunia Maya

PROSPEK DAN ARAH PENGEMBANGAN AGRIBISNIS: ANGGREK



Produktivitas anggrek pada tahun 1989 adalah 2,39 tangkai/per tanaman dan tahun 2000 meningkat menjadi 3,43 tangkai per tanaman. Dibandingkan dengan produktivitas anggrek dari negara tetangga Thailand, rata-rata 10 – 12 tangkai/per tanaman, produktivitas nasional rata-rata hanya dapat mencapai 3 – 4 tangkai per tanaman. Bila potensi genetik anggrek dapat dicapai, maka peningkatan produksi secara perhitungan dapat mencapai 2-3 kali lipat produksi yang dicapai saat ini. Proyeksi produksi tahun 2010, produktivitas anggrek diharapkan mencapai 8-10 tangkai pertanaman.
Anggrek dapat dipasarkan dalam bentuk compot (Community Pot), tanaman individu/tanaman remaja, tanaman dewasa dan bunga potong. Pertanaman anggrek dapat dilakukan melalui tahapan (1) Protocorm like bodies sampai menjadi plantlet siap keluar dari botol waktu yang dibutuhkan ± 1 tahun, (2) Compot plantlet menjadiseedling dalam bentuk compot diperlukan waktu ± 6 bulan, (3) compot menjadiseedling dalam bentuk individu dibutuhkan waktu ± 6 bulan, (4) seedling individu menjadi tanaman remaja dibutuhkan waktu ± 6 bulan, dan (5) tanaman remaja menjadi dewasa dan siap berbunga ± 6 bulan.
 
Analisa usahatani untuk luasan 1000 m2, besar biaya untuk usaha compot setelah ditambahkan dengan bunga modal adalah sebesar Rp. 137,9 juta, untuk usaha tanaman individu/remaja sebesar Rp 84,5 juta, untuk usaha tanaman dewasa sebesar Rp 163,1 juta dan untuk industri bunga potong sebesar Rp 162,8 juta. Pada jenis usaha primer, bila dilihat dari sisi penerimaan, didapatkan produk anggrek dalam bentuk tanaman dewasa ádalah yang terbesar yaitu sekitar Rp 216 juta, kemudian diikuti oleh compot (Rp 194,4 juta), bunga potong (Rp 180,1 juta) dan tanaman individu/tanaman remaja (Rp 129,7 juta). R/C ratio yang didapatkan usaha tanaman individu dan remaja lebih menguntungkan dibandingkan produk lainnya, yang ditunjukkan oleh R/C ratio sebesar 1,53. R/C ratio sebesar 1,53 artinya setiap Rp 1,- yang dikeluarkan untuk pengusahaan anggrek dalam bentuk tanaman individu/remaja diperoleh keuntungan sebesar Rp 1,53,-.
Selera konsumen terhadap mutu bunga potong anggrek dipengaruhi dan ditentukan oleh produsen dan trend luar negeri. Pada saat ini anggrek yang dominan disukai masyarakat adalah jenis Dendrobium (34 %), diikuti oleh Oncidium Golden Shower (26 %), Cattleya(20 %) dan Vanda (17 %) serta anggrek lainnya (3 %). Pemilihan warna bunga anggrek yang dikonsumsi banyak dipengaruhi oleh maksud penggunaannya. Pada hari Natal warna bunga yang disukai didominasi oleh warna putih; pada hari Imlek disukai warna merah, pink dan ungu; untuk keperluan ulang tahun banyak digunakan warna lembut, seperti putih, pink, ungu, sedangkan untuk menyatakan belasungkawa umumnya digunakan warna kuning dan ungu.
Konsumen pasar dalam negeri adalah penggemar dan pecinta anggrek, pedagang keliling, pedagang pada kios di tempat-tempat tertentu dalam kota, perhotelan, perkantoran, gedung-gedung pertemuan, pengusaha pertamanan, toko bunga, florist, pesta-pesta dan perkawinan. Jenis-jenis anggrek yang banyak diminta pasar adalah Vanda DouglasDendrobium dan Golden Shower. Permintaan anggrek dalam negeri, selain dipenuhi oleh produksi dalam negeri juga dari produk impor untuk jenis-jenis tertentu, sepertiPhalaenopsis, dan Dendrobium.
Berdasarkan arahan Pusat penelitian Tanah dan Agroklimat ditentukan areal pertumbuhan komoditas anggrek di Sumatera Utara 20 ha, DKI Jakarta 51,8 ha, Jawa Barat 60 ha, Jawa Timur 100 ha, Kalimantan Timur 51,7 ha, Sulawesi Selatan 3,6 ha, dan Papua 99,4 ha. Anggrek dapat ditanam dalam kondisi lahan apapun, karena anggrek tidak memerlukan media tumbuh tanah. Yang perlu diperhatikan dalam pengembangan usaha anggrek terutama adalah kualitas dan pH air. Dalam pengembangan anggrek, berbagai tahapan strategis dilakukan mulai dari penyusunan paket teknologi dan SOP, GAP, standarisasi; sosialisasi dan bimbingan SOP dan GAP; bimbingan manajemen mutu dan pasca panen; pengembangan kawasan sentra; kelembagaan usaha dan kemitraan; peningkatan SDM sampai regulasi investasi dan promosi.
Pada perdagangan internasional sebenarnya tidak ada aturan baku mengenai standar mutu, standar mutu lebih tergantung pada importir dari negara tujuan ekspor. Negara-negara tujuan ekspor memberikan syarat harus bebas dari OPT baik berupa hama, penyakit, maupun gulma. Importir menghendaki standar mutu/grade tertentu yang lebih dikaitkan dengan harga.
Sasaran periode tahun 2005 – 2010 adalah (1) tersedianya produk anggrek sebanyak 75.192.000 tangkai dan 16.166.628 pot pada tahun 2005 menjadi 89.692.000 tangkai dan 19.284.219 pot tahun 2010 sesuai standar mutu pasar domestik dan internasional (2) tersedianya sentra anggrek 187.98 ha pada tahun 2005 menjadi 224.23 ha pada tahun 2010.
Program pengembangan tanaman anggrek adalah (1) penyediaan varietas unggulan spesifik lokasi dibarengi dengan perbanyakan benih secara mericlonal untuk mendapatkan tanaman seragam, (2) penerapan SOP berbasis GAP, (3) Pengembangan kawasan sentra produksi berbasis pasar dan potensi daerah, (4) peningkatan kualitas SDM, (5) pengembangan kelembagaan on farm dan off farmdalam pola koperasi, korporasi manajemen dan konsorsium, (6) pengembangan jejaring dan jaringan kerja di dalam dan luar negeri, (7) Pengembangan sistem informasi, (8) Penataan data base dan penyusunan profil tanaman anggrek, (9) Promosi peluang usaha agribisnis anggrek.
Industri hulu perbenihan dilakukan hanya di pusat agribisnis anggrek DKI Jakarta, Jawa Barat, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Sumatra Utara dan Sulawasi Selatan. Produk industri anggrek adalah bunga segar, industri hilir kurang berkembang, packing untuk ekspor hingga saat ini masih dilakukan oleh eksportir. Industri yang dikembangkan adalah anggrek bunga potong dan tanaman pot berbunga. Industri anggrek di Indonesia mempunyai berbagai skala usaha yaitu (1) UKM anggrek potong dengan skala usaha 1000 – 2500 m2 dan diperkirakan dapat menghasilkan 10.000 – 25.000 tangkai bunga; (2) usaha anggrek potong skala besar, dengan skala usaha 3000 m2 hingga lebih dari 1 ha, yang dapat menghasilkan bunga antara 30.000 sampai 100.000 tangkai; (3) usaha tanaman pot berbunga kecil menengah, dengan skala usaha 1000 – 25000 m2.
Dalam pengembangan industri anggrek dibutuhkan investasi pemerintah dan swasta. Investasi pemerintah dibutuhkan untuk mengembangkan infrastruktur, pembinaan, penelitian dan pengembangan. Untuk kurun waktu 5 tahun (2005 – 2010) diperkirakan kebutuhan dana sebesar Rp. 30 milyar untuk infrastruktur, Rp. 60 milyar untuk pembinaan dan Rp. 60 milyar untuk R & D. Sedangkan investasi yang dibutuhkan untuk industri swasta besar adalah Rp. 397,233 milyar. Laboratorium perbenihan membutuhkan investasi Rp. 7,56 milyar, usaha ini dilakukan oleh pemerintah atau usaha swasta besar.
Sasaran pengembangan diutamakan untuk peningkatan ekspor, sehingga diperlukan investasi besar dari swasta. Pengembangan ditingkat petani/komunitas dibutuhkan investasi sebesar Rp. 1,487 milyar untuk bunga potong dan Rp. 12,456 milyar untuk bunga pot. Bunga pot lebih banyak dikembangkan ditingkat petani/komunitas dengan skala UKM. Dengan pengembangan tersebut, diperkirakan terdapat pertambahan nilai Rp. 960 juta per ha yang diperoleh dari pertambahan nilai ekspor anggrek.
Dalam upaya menarik investasi dan pengembangan anggrek, dibutuhkan berbagai dukungan kebijakan, antara lain: kemudahan perijinan termasuk CITES, keringanan pajak, kemudahan cargo dan transportasi udara, penyediaan pendingin di bandara, kemudahan ekspor, pembebasan bea masuk untuk alat dan bahan-bahan kimia yang digunakan untuk pengembangan agribisnis anggrek dan membangun sistem kemitraan.

0 comments:

Popular Posts

Followers